Tuesday, November 27, 2012
mungkin kita tak pernah akan saling jujur satu sama lain secara langsung, namun kita telah berucap tentang kejujuran itu_sebetulnya
bukan persoalan tubuh ataupun emosi, lebih dari segalanya, suasana yang berjalan ialah kata yang tak ternasbihkan antara kita
mungkin, hanya dalam kejujuran yang bias itu kita bisa saling membasuhkan air ke muka kita, dan saling menatap satu sama lain seraya memejam untuk sekejap dan seketika kita berada dalam satu tubuh yang sama
untuk [F]_yang telah sangat memperlakukanku dengan begitu agungnya: argentina, austria, bandung, travelogue
selalu penuh peluk untukmu
Thursday, July 19, 2012
ACTING COURSE STB KE-22
Studiklub Teater Bandung menyelenggarakan Acting Course angkatan ke-22
Pendaftaran tanggal 19 Juli 2012 - 31 Agustus 2012
Tes tanggal 01 September 2012
Pengumuman tanggal 02 September 2012
Biaya pendaftaran Rp 50.000,00 (mendapatkan buku Melakoni Teater)
Pendaftaran dapat langsung ke sekretariat (GK Rumentang Siang, Jalan Baranang Siang No. 1) atau melalui inbox (dengan alamat email: zhukhie@yahoo.com) dengan mencantumkan identitas lengkap dan nomor telepon yang dapat dihubungi
Acting Course akan dilaksanakan di Gedung Kesenian Rumentang Siang selama dua bulan.
Monday, October 25, 2010
tersedak
Perpasangan selalu ada, ketika Adam diciptakan, Hawa pun menyertainya. Namun toh selalu ada perpisahan ketika mereka terjegal di bukit, terpisah antara Safa dan Marwah.
Begitupun denganku. Menyulam jala emas di tanah kutukan, mengais-ngais bangkai di reruntuhan peradaban.
Aku ingin menjadi(MU). Menjadi diri(MU). Menentukan sekehendak dengan sesukaku. Menjadikan(MU) hanya AKU. Namun mentari kecil ini tak cukup besar, tak cukup kuat, tak cukup terang menerangi(MU), menerangi KITA. Tersisa adalah pilihan(MU). Kau tawarkan dan kau lemparkan pula. Tidakkah ini bukan bulutangkis?
Mungkinkah ia kembali menyapaku dan menyalamiku lagi?
Biru. Cinta. Lenyap. LIRIH....
Perpasangan selalu ada, ketika Adam diciptakan, Hawa pun menyertainya. Namun toh selalu ada perpisahan ketika mereka terjegal di bukit, terpisah antara Safa dan Marwah.
Begitupun denganku. Menyulam jala emas di tanah kutukan, mengais-ngais bangkai di reruntuhan peradaban.
Aku ingin menjadi(MU). Menjadi diri(MU). Menentukan sekehendak dengan sesukaku. Menjadikan(MU) hanya AKU. Namun mentari kecil ini tak cukup besar, tak cukup kuat, tak cukup terang menerangi(MU), menerangi KITA. Tersisa adalah pilihan(MU). Kau tawarkan dan kau lemparkan pula. Tidakkah ini bukan bulutangkis?
Mungkinkah ia kembali menyapaku dan menyalamiku lagi?
Biru. Cinta. Lenyap. LIRIH....
seorang yang pergi
mungkin belum terbiasa saja dengan kebaruan ini
apakah akan memberi arti sedikit kenangan itu? tentulah aku bukan lagi penikmat kesedihan, namun hanya akan menjadi pengagum, ahhh pesakitan pun kadang bisa berpikir logis
entah....
kecewa, pilu, khianat, perih, senyum, jujur, cinta (dua kata terakhirini) akan selalu muncul dalam otakku, muncul untuk dia, yang sungguh aku tak bisa mencecarnya. Tak mungkin pula aku menghardiknya, ia terlampau baik untuk itu, namun sungguh penghujam sejati, penghujam kesakitan yang mahir.
berdiri dalam limbung diantara angin dan malam, memejam mengingat malam itu, malam saat kulumat ludahmu dan sekarang kau cerap kembali ludahmu dengan sungguh manis, manis bagimu.
bahkan akupun tak tahu apa yang kaulakukan saat ini, mungkinkah tersenyum atau manatap sendu dengan kerinduan yang menggila
sepekan berlalu kita bersama, melakukan sebuah perjalanan kecil dan berencana melakukan perjalanan panjang bersama, ahhh kau terlampau letih untuk meneruskan perjalanan kita, padahal separuhnya pun belum
kupikir lebih indah jika saat itu kau menolak ajakan perjalananku dan hanya menanyakan perjalananku seorang diri saja melalui pesan-pesanmuu di malam hari, sepertinya akan memberi bentuk lain untuk menggilamu
akupun tak tahu harus menuliskan apa lagi.
sungguh kau tak berkata manis namun ucapanmu memabukkanku
kau memang tak merayu namun penuh rayuan
pun kau tak menggombal, namun kata-katamu penuh cita-cita
dan aku terpedaya
limbung dalam sadar, mati dalam tangis
mungkin belum terbiasa saja dengan kebaruan ini
apakah akan memberi arti sedikit kenangan itu? tentulah aku bukan lagi penikmat kesedihan, namun hanya akan menjadi pengagum, ahhh pesakitan pun kadang bisa berpikir logis
entah....
kecewa, pilu, khianat, perih, senyum, jujur, cinta (dua kata terakhirini) akan selalu muncul dalam otakku, muncul untuk dia, yang sungguh aku tak bisa mencecarnya. Tak mungkin pula aku menghardiknya, ia terlampau baik untuk itu, namun sungguh penghujam sejati, penghujam kesakitan yang mahir.
berdiri dalam limbung diantara angin dan malam, memejam mengingat malam itu, malam saat kulumat ludahmu dan sekarang kau cerap kembali ludahmu dengan sungguh manis, manis bagimu.
bahkan akupun tak tahu apa yang kaulakukan saat ini, mungkinkah tersenyum atau manatap sendu dengan kerinduan yang menggila
sepekan berlalu kita bersama, melakukan sebuah perjalanan kecil dan berencana melakukan perjalanan panjang bersama, ahhh kau terlampau letih untuk meneruskan perjalanan kita, padahal separuhnya pun belum
kupikir lebih indah jika saat itu kau menolak ajakan perjalananku dan hanya menanyakan perjalananku seorang diri saja melalui pesan-pesanmuu di malam hari, sepertinya akan memberi bentuk lain untuk menggilamu
akupun tak tahu harus menuliskan apa lagi.
sungguh kau tak berkata manis namun ucapanmu memabukkanku
kau memang tak merayu namun penuh rayuan
pun kau tak menggombal, namun kata-katamu penuh cita-cita
dan aku terpedaya
limbung dalam sadar, mati dalam tangis
Sunday, September 12, 2010
sederhana
Aku, lelaki sederhana dengan tubuh sederhana dan pkiran sederhana, pun penuh kesederhanaan untuk dapat menerjemahkanmu dengan sempurna. Tak perlulah membuatmu terbahak, toh keterbahakanmu tak mengisyaratkan kemestian kebersamaan.
Kesederhanaan ini pula yang menjadikanku begitu kerdil. Aku, dengan kekerdilan dan kesederhanaan ini terlampau lancang untuk menyempurnakanmu, terlebih dengan kerajaan kecilku yang mungkin semakin kecil dalam tafsiranmu. Entah, kerajaan ini akan tetap menjadi kecil atau sedikit berbentuk. Aku pun hilang dalam bentuk yang tak terbantahkan.
Aku, lelaki sederhana dengan tubuh sederhana dan pkiran sederhana, pun penuh kesederhanaan untuk dapat menerjemahkanmu dengan sempurna. Tak perlulah membuatmu terbahak, toh keterbahakanmu tak mengisyaratkan kemestian kebersamaan.
Kesederhanaan ini pula yang menjadikanku begitu kerdil. Aku, dengan kekerdilan dan kesederhanaan ini terlampau lancang untuk menyempurnakanmu, terlebih dengan kerajaan kecilku yang mungkin semakin kecil dalam tafsiranmu. Entah, kerajaan ini akan tetap menjadi kecil atau sedikit berbentuk. Aku pun hilang dalam bentuk yang tak terbantahkan.
Wednesday, July 07, 2010
kelima harimau
setiap aku menatapmu, hanya tergambar darah yang menderas keluar dari lehermu, entah, hanya darah yang tampak dari wajahmu
kau pun tak bisa menjadikan kebesaranmu sebagai sesuatu yang penuh. kau hanya mampu mengeluh, hanya mampu berceloteh, hanya mampu mengadu, kau pun tak bisa berbuat sesuatu untuk merubah hidupmu sekalipun, kau tak pernah bisa
setiap hari kau hanya bermain-main dengan vagina, hanya mengais-ngais kelima harimau didikanmu itu,
kebanggan yang kau agungkan hanyalah kepatuhan dari kelima didikanmu itu, kau pun bahkan tak mengerti memulangkan mereka kembali, kau hanya memanjakan mereka dengan doa-doamu yang kau dapat dari lelaki bodoh yang memuja asap
kau pun tak bisa membuatku bangga
setiap aku melihat pagi, aku melihat energi yang menyala untuk segera menghabisi, bukan hanya akan kulipat dengan sangat kecil tiap bagian tubuhmu itu, namun akan aku tuangkan darahmu sebagai hidangan babi di kubangan jadah, kau terlahir sebagai kutuk bagiku
mengapa kau begitu dungu dan aku begitu ingin membunuhmu dengan segera
setiap aku menatapmu, hanya tergambar darah yang menderas keluar dari lehermu, entah, hanya darah yang tampak dari wajahmu
kau pun tak bisa menjadikan kebesaranmu sebagai sesuatu yang penuh. kau hanya mampu mengeluh, hanya mampu berceloteh, hanya mampu mengadu, kau pun tak bisa berbuat sesuatu untuk merubah hidupmu sekalipun, kau tak pernah bisa
setiap hari kau hanya bermain-main dengan vagina, hanya mengais-ngais kelima harimau didikanmu itu,
kebanggan yang kau agungkan hanyalah kepatuhan dari kelima didikanmu itu, kau pun bahkan tak mengerti memulangkan mereka kembali, kau hanya memanjakan mereka dengan doa-doamu yang kau dapat dari lelaki bodoh yang memuja asap
kau pun tak bisa membuatku bangga
setiap aku melihat pagi, aku melihat energi yang menyala untuk segera menghabisi, bukan hanya akan kulipat dengan sangat kecil tiap bagian tubuhmu itu, namun akan aku tuangkan darahmu sebagai hidangan babi di kubangan jadah, kau terlahir sebagai kutuk bagiku
mengapa kau begitu dungu dan aku begitu ingin membunuhmu dengan segera
Tuesday, July 06, 2010
cerita kecil
:'untuk gadis kecil yang kutemui di sebuah lereng yang bising'
matamu terlalu kecil untuk menafsirkan kebesaran ceritaku. kau, dengan mata kecilmu, aku tahu, kau berusaha menerjemahkan semua yang kau saksikan: tubuhku secara utuh. ahhh kau terlalu kecil untuk mengetahui semuanya, tentu belum bisa paham dengan ceritaku (begitupun denganku)
apa yang ingin kau tafsirkan, nak? mulutmu mengunyah-ngunyah seakan hendak melecutkan kata dari letupan mulutmu yang bulat dan tipis. matamu terkadang berpaling saat aku menatapmu kembali, aku tahu, kau mungkin sengaja merekatkan ikatan rambutmu untuk menarikku, pun tanganmu yang menawarkan cerita baru bagiku, tapi aku sudah jauh, terlalu jauh, nak....
"tengoklah kiri-kananmu, namun tetap melecut gagah ke depan, lurus menantang tegap dengan lantang!", ucapmu, "hanya sesekali, agar kau tak terjerembab, tataplah dengan matamu yang menyala."
namun aku terperosok....
aku melihatmu tetap memandangiku dengan mata kecilmu yang bulat, sangat penuh, menyaksikanku yang semakin jauh
kau, kelak, dengan matamu yang kecil akan membuat cerita besarmu sendiri....
[di sebuah tempat yang damai, di tengah kebisingan orang-orang]
:'untuk gadis kecil yang kutemui di sebuah lereng yang bising'
matamu terlalu kecil untuk menafsirkan kebesaran ceritaku. kau, dengan mata kecilmu, aku tahu, kau berusaha menerjemahkan semua yang kau saksikan: tubuhku secara utuh. ahhh kau terlalu kecil untuk mengetahui semuanya, tentu belum bisa paham dengan ceritaku (begitupun denganku)
apa yang ingin kau tafsirkan, nak? mulutmu mengunyah-ngunyah seakan hendak melecutkan kata dari letupan mulutmu yang bulat dan tipis. matamu terkadang berpaling saat aku menatapmu kembali, aku tahu, kau mungkin sengaja merekatkan ikatan rambutmu untuk menarikku, pun tanganmu yang menawarkan cerita baru bagiku, tapi aku sudah jauh, terlalu jauh, nak....
"tengoklah kiri-kananmu, namun tetap melecut gagah ke depan, lurus menantang tegap dengan lantang!", ucapmu, "hanya sesekali, agar kau tak terjerembab, tataplah dengan matamu yang menyala."
namun aku terperosok....
aku melihatmu tetap memandangiku dengan mata kecilmu yang bulat, sangat penuh, menyaksikanku yang semakin jauh
kau, kelak, dengan matamu yang kecil akan membuat cerita besarmu sendiri....
[di sebuah tempat yang damai, di tengah kebisingan orang-orang]
energi yang merepih
jika bertanya mengapa aku menuliskan energi, lebih pada energi ketika aku menulis ini semua. energi yang membuatku masih menulis, bukan amarah, bukan semacam dendam sesungguhnya, jika masih pula tak paham, sudah, cukup saja membaca (jika berkenan), jika tidak berkenan, tak perlu dilanjutkan, pun tak perlu mengomentari jika tak menarik
sekali lagi, ini hanya persoalan energi, aku kembali berusaha mengumpulkan energi yang merepih, aku persilakan untuk menghardik semaunya karena memang kita berbeda, kesamaan bukanlah sesuatu yang absolut, kemutlakan ada pada cara pandang dan pola laku, konsistensi yang berlaku
aku hanya mengumpulkan kembali energiku yang tersita, yang teronggok entah di mana, yang telah menempuh perjalanan tragisnya selama bertahun-tahun, apakah kekeliruan yang muncul jika aku kembali mencarinya dengan meletakkan kembali jejakku pada jejak-jejak lamaku? aku hanya mengumpulkannya kembali, agar tersusun rapi dan kukemas dengan baik di atas lemari.
keniscayaan bukanlah penyindiran, aku hanya berusaha sendiri, mengumpulkan energi yang merepih, sepanjang jalannya yang tragis
suatu saat, aku akan memantiknya dengan cantik, entah kapan....
jika bertanya mengapa aku menuliskan energi, lebih pada energi ketika aku menulis ini semua. energi yang membuatku masih menulis, bukan amarah, bukan semacam dendam sesungguhnya, jika masih pula tak paham, sudah, cukup saja membaca (jika berkenan), jika tidak berkenan, tak perlu dilanjutkan, pun tak perlu mengomentari jika tak menarik
sekali lagi, ini hanya persoalan energi, aku kembali berusaha mengumpulkan energi yang merepih, aku persilakan untuk menghardik semaunya karena memang kita berbeda, kesamaan bukanlah sesuatu yang absolut, kemutlakan ada pada cara pandang dan pola laku, konsistensi yang berlaku
aku hanya mengumpulkan kembali energiku yang tersita, yang teronggok entah di mana, yang telah menempuh perjalanan tragisnya selama bertahun-tahun, apakah kekeliruan yang muncul jika aku kembali mencarinya dengan meletakkan kembali jejakku pada jejak-jejak lamaku? aku hanya mengumpulkannya kembali, agar tersusun rapi dan kukemas dengan baik di atas lemari.
keniscayaan bukanlah penyindiran, aku hanya berusaha sendiri, mengumpulkan energi yang merepih, sepanjang jalannya yang tragis
suatu saat, aku akan memantiknya dengan cantik, entah kapan....
Sunday, May 23, 2010
singgah dalam gagah
Ketika aku mengingat malam-malamku, kerap kau-kalian muncul dan membuka baju tidurku. Kau ah atau kalian (sebab begitu banyak yang aku maksud): [y], [r], [f], apakah kerap mengingat purnama yang kita pintal bersama dalam lipatan cahayanya?
Kau-kalian yang telah kusinggahi, pun kugagahi, apa masih menimpan cerita itu? Atau melupakannya sama seperti dongeng sewaktu ibu kita menceritakannya di waktu kita kecil dan terbatas mengingat semua?
Sebuah kosong mungkin selalu mendatangiku. Entah, apa kalian dikunjunginya pula atau tidak, atau bahkan kalian mengenyahkannya, mungkin mengisinya dengan cerita kosong lainnya yang lebih menarik bagi kalian. Tubuh-tubuh itu, wajah-wajah itu_keindahan itu apakah berkunjung dalam hening dan pergi sesunyi-sunyinya? Seperti sunyinya saat kau-kalian menghempaskan napas panjang kelelahan selepas bercinta? Sunyi hampir tak ada suara....
Untuk [y], [r], [f], mungkin ada baiknya kita kembali saling menjerat
Untuk [a], [i], [h], dan [h] juga, terimalah jeratku, atau jeratlah aku jika kau-kalian mau
Dengan bersedia, aku berminat dijerat oleh kalian {[y], [r], [f], [h], [a], [i], [h]}
aku tak akan mengundang kalian dalam catatanku ini, cukuplah kalian membacanya dengan sengaja (jika bisa)
mungkin kalian membacanya? aku berharap, dan kau-kalian mengetahui dan menjawab jeratanku ini
Ketika aku mengingat malam-malamku, kerap kau-kalian muncul dan membuka baju tidurku. Kau ah atau kalian (sebab begitu banyak yang aku maksud): [y], [r], [f], apakah kerap mengingat purnama yang kita pintal bersama dalam lipatan cahayanya?
Kau-kalian yang telah kusinggahi, pun kugagahi, apa masih menimpan cerita itu? Atau melupakannya sama seperti dongeng sewaktu ibu kita menceritakannya di waktu kita kecil dan terbatas mengingat semua?
Sebuah kosong mungkin selalu mendatangiku. Entah, apa kalian dikunjunginya pula atau tidak, atau bahkan kalian mengenyahkannya, mungkin mengisinya dengan cerita kosong lainnya yang lebih menarik bagi kalian. Tubuh-tubuh itu, wajah-wajah itu_keindahan itu apakah berkunjung dalam hening dan pergi sesunyi-sunyinya? Seperti sunyinya saat kau-kalian menghempaskan napas panjang kelelahan selepas bercinta? Sunyi hampir tak ada suara....
Untuk [y], [r], [f], mungkin ada baiknya kita kembali saling menjerat
Untuk [a], [i], [h], dan [h] juga, terimalah jeratku, atau jeratlah aku jika kau-kalian mau
Dengan bersedia, aku berminat dijerat oleh kalian {[y], [r], [f], [h], [a], [i], [h]}
aku tak akan mengundang kalian dalam catatanku ini, cukuplah kalian membacanya dengan sengaja (jika bisa)
mungkin kalian membacanya? aku berharap, dan kau-kalian mengetahui dan menjawab jeratanku ini
Subscribe to:
Posts (Atom)