Monday, October 25, 2010

tersedak



Perpasangan selalu ada, ketika Adam diciptakan, Hawa pun menyertainya. Namun toh selalu ada perpisahan ketika mereka terjegal di bukit, terpisah antara Safa dan Marwah.

Begitupun denganku. Menyulam jala emas di tanah kutukan, mengais-ngais bangkai di reruntuhan peradaban.

Aku ingin menjadi(MU). Menjadi diri(MU). Menentukan sekehendak dengan sesukaku. Menjadikan(MU) hanya AKU. Namun mentari kecil ini tak cukup besar, tak cukup kuat, tak cukup terang menerangi(MU), menerangi KITA. Tersisa adalah pilihan(MU). Kau tawarkan dan kau lemparkan pula. Tidakkah ini bukan bulutangkis?

Mungkinkah ia kembali menyapaku dan menyalamiku lagi?
Biru. Cinta. Lenyap. LIRIH....

2 comments:

Mphiew said...

Puisinya keren pak,,,
TOP BGT!

zhu khie thian (amthian) said...

Mphiew,, sudah lama aku tak membuka comment, baru terbaca, terkadang apa yang kita tulis berdasarkan pengalaman empiris akan terasa lebih beruh.