singgah dalam gagah
Ketika aku mengingat malam-malamku, kerap kau-kalian muncul dan membuka baju tidurku. Kau ah atau kalian (sebab begitu banyak yang aku maksud): [y], [r], [f], apakah kerap mengingat purnama yang kita pintal bersama dalam lipatan cahayanya?
Kau-kalian yang telah kusinggahi, pun kugagahi, apa masih menimpan cerita itu? Atau melupakannya sama seperti dongeng sewaktu ibu kita menceritakannya di waktu kita kecil dan terbatas mengingat semua?
Sebuah kosong mungkin selalu mendatangiku. Entah, apa kalian dikunjunginya pula atau tidak, atau bahkan kalian mengenyahkannya, mungkin mengisinya dengan cerita kosong lainnya yang lebih menarik bagi kalian. Tubuh-tubuh itu, wajah-wajah itu_keindahan itu apakah berkunjung dalam hening dan pergi sesunyi-sunyinya? Seperti sunyinya saat kau-kalian menghempaskan napas panjang kelelahan selepas bercinta? Sunyi hampir tak ada suara....
Untuk [y], [r], [f], mungkin ada baiknya kita kembali saling menjerat
Untuk [a], [i], [h], dan [h] juga, terimalah jeratku, atau jeratlah aku jika kau-kalian mau
Dengan bersedia, aku berminat dijerat oleh kalian {[y], [r], [f], [h], [a], [i], [h]}
aku tak akan mengundang kalian dalam catatanku ini, cukuplah kalian membacanya dengan sengaja (jika bisa)
mungkin kalian membacanya? aku berharap, dan kau-kalian mengetahui dan menjawab jeratanku ini
Sunday, May 23, 2010
Tuesday, May 18, 2010
ngabudi tai
inilah yang kemudian aku rasakan dan bunda mengucapkannya: "Tuh, kan, jelema nu kitu mah ngadon ngabudi tai! Maneh bebelaan sapopoe, ti isuk nepi peuting ngurus nu kitu, nepi ka awak ruksak, tapi mana perhatianana ti ...... euweuh pan. Ngadon diperes weh tanaga, meusmeus nalangan heula jang ieu itu, mana penghargaanana tinu ngaran ...... teh. Euweuh penghargaanana pisan, teu ngahargaan ka maneh geningan, ngan meres tanaga weh hungkul. Mikir sugan mah maneh teh."
Maafkan aku bunda, aku kerap membangkang mengenai yang satu ini. benarlah kata-katamu, meski aku tak pernah sedikitpun bercerita mengenai suka-duka mengerjakan ini dan bersama-sama dengan ...... bekerja dalam kegiatan, meski aku tak pernah memuji dia di hadapanmu, terlebih menjelekkannya, tapi kau tahu segalanya yang menimpaku, meski aku tak berbicara sepatah katapun.
Memang hese ari sulit ati belah bayah mah, da ngaranna ge adat kakurung ku iga, jadi geus teu bisa dirubah.
Akhir-akhir ini banyak sekali yang kulewati, aku benar-benar dikhianati dan disakiti.
Ke mana perginya? Ketika kami-kami berjuang mempertahankan dan membangun, ketika itu pula seenaknya pergi dengan tanpa pertanggungjawaban sedikitpun.
Akulah akhirnya yang harus menanggung semua: MENGAIS-NGAIS TANAH KUTUKAN, MENGUNYAH BANGKAI DI PERADABAN.
Siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam cerita ini????
Semestinya bukan aku, sudah tentu.
Namun aku bersyukur, setidaknya aku tetap membuat bundaku bangga, dengan maju sebagai penanggung jawab (msekipun aku bukan penanggung jawab) namun aku tetap bertanggung jawab. Aku bangga, aku bangga membuat bundaku bangga karena memang bunda TIDAK MENGAJARKANKU UNTUK MENJADI SEORANG PECUNDANG, MENJADI SEORANG PENGECUT.
KONSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB adalah DARAH MERAHKU!!!!!
inilah yang kemudian aku rasakan dan bunda mengucapkannya: "Tuh, kan, jelema nu kitu mah ngadon ngabudi tai! Maneh bebelaan sapopoe, ti isuk nepi peuting ngurus nu kitu, nepi ka awak ruksak, tapi mana perhatianana ti ...... euweuh pan. Ngadon diperes weh tanaga, meusmeus nalangan heula jang ieu itu, mana penghargaanana tinu ngaran ...... teh. Euweuh penghargaanana pisan, teu ngahargaan ka maneh geningan, ngan meres tanaga weh hungkul. Mikir sugan mah maneh teh."
Maafkan aku bunda, aku kerap membangkang mengenai yang satu ini. benarlah kata-katamu, meski aku tak pernah sedikitpun bercerita mengenai suka-duka mengerjakan ini dan bersama-sama dengan ...... bekerja dalam kegiatan, meski aku tak pernah memuji dia di hadapanmu, terlebih menjelekkannya, tapi kau tahu segalanya yang menimpaku, meski aku tak berbicara sepatah katapun.
Memang hese ari sulit ati belah bayah mah, da ngaranna ge adat kakurung ku iga, jadi geus teu bisa dirubah.
Akhir-akhir ini banyak sekali yang kulewati, aku benar-benar dikhianati dan disakiti.
Ke mana perginya? Ketika kami-kami berjuang mempertahankan dan membangun, ketika itu pula seenaknya pergi dengan tanpa pertanggungjawaban sedikitpun.
Akulah akhirnya yang harus menanggung semua: MENGAIS-NGAIS TANAH KUTUKAN, MENGUNYAH BANGKAI DI PERADABAN.
Siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam cerita ini????
Semestinya bukan aku, sudah tentu.
Namun aku bersyukur, setidaknya aku tetap membuat bundaku bangga, dengan maju sebagai penanggung jawab (msekipun aku bukan penanggung jawab) namun aku tetap bertanggung jawab. Aku bangga, aku bangga membuat bundaku bangga karena memang bunda TIDAK MENGAJARKANKU UNTUK MENJADI SEORANG PECUNDANG, MENJADI SEORANG PENGECUT.
KONSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB adalah DARAH MERAHKU!!!!!
Subscribe to:
Posts (Atom)