kelima harimau
setiap aku menatapmu, hanya tergambar darah yang menderas keluar dari lehermu, entah, hanya darah yang tampak dari wajahmu
kau pun tak bisa menjadikan kebesaranmu sebagai sesuatu yang penuh. kau hanya mampu mengeluh, hanya mampu berceloteh, hanya mampu mengadu, kau pun tak bisa berbuat sesuatu untuk merubah hidupmu sekalipun, kau tak pernah bisa
setiap hari kau hanya bermain-main dengan vagina, hanya mengais-ngais kelima harimau didikanmu itu,
kebanggan yang kau agungkan hanyalah kepatuhan dari kelima didikanmu itu, kau pun bahkan tak mengerti memulangkan mereka kembali, kau hanya memanjakan mereka dengan doa-doamu yang kau dapat dari lelaki bodoh yang memuja asap
kau pun tak bisa membuatku bangga
setiap aku melihat pagi, aku melihat energi yang menyala untuk segera menghabisi, bukan hanya akan kulipat dengan sangat kecil tiap bagian tubuhmu itu, namun akan aku tuangkan darahmu sebagai hidangan babi di kubangan jadah, kau terlahir sebagai kutuk bagiku
mengapa kau begitu dungu dan aku begitu ingin membunuhmu dengan segera
Wednesday, July 07, 2010
Tuesday, July 06, 2010
cerita kecil
:'untuk gadis kecil yang kutemui di sebuah lereng yang bising'
matamu terlalu kecil untuk menafsirkan kebesaran ceritaku. kau, dengan mata kecilmu, aku tahu, kau berusaha menerjemahkan semua yang kau saksikan: tubuhku secara utuh. ahhh kau terlalu kecil untuk mengetahui semuanya, tentu belum bisa paham dengan ceritaku (begitupun denganku)
apa yang ingin kau tafsirkan, nak? mulutmu mengunyah-ngunyah seakan hendak melecutkan kata dari letupan mulutmu yang bulat dan tipis. matamu terkadang berpaling saat aku menatapmu kembali, aku tahu, kau mungkin sengaja merekatkan ikatan rambutmu untuk menarikku, pun tanganmu yang menawarkan cerita baru bagiku, tapi aku sudah jauh, terlalu jauh, nak....
"tengoklah kiri-kananmu, namun tetap melecut gagah ke depan, lurus menantang tegap dengan lantang!", ucapmu, "hanya sesekali, agar kau tak terjerembab, tataplah dengan matamu yang menyala."
namun aku terperosok....
aku melihatmu tetap memandangiku dengan mata kecilmu yang bulat, sangat penuh, menyaksikanku yang semakin jauh
kau, kelak, dengan matamu yang kecil akan membuat cerita besarmu sendiri....
[di sebuah tempat yang damai, di tengah kebisingan orang-orang]
:'untuk gadis kecil yang kutemui di sebuah lereng yang bising'
matamu terlalu kecil untuk menafsirkan kebesaran ceritaku. kau, dengan mata kecilmu, aku tahu, kau berusaha menerjemahkan semua yang kau saksikan: tubuhku secara utuh. ahhh kau terlalu kecil untuk mengetahui semuanya, tentu belum bisa paham dengan ceritaku (begitupun denganku)
apa yang ingin kau tafsirkan, nak? mulutmu mengunyah-ngunyah seakan hendak melecutkan kata dari letupan mulutmu yang bulat dan tipis. matamu terkadang berpaling saat aku menatapmu kembali, aku tahu, kau mungkin sengaja merekatkan ikatan rambutmu untuk menarikku, pun tanganmu yang menawarkan cerita baru bagiku, tapi aku sudah jauh, terlalu jauh, nak....
"tengoklah kiri-kananmu, namun tetap melecut gagah ke depan, lurus menantang tegap dengan lantang!", ucapmu, "hanya sesekali, agar kau tak terjerembab, tataplah dengan matamu yang menyala."
namun aku terperosok....
aku melihatmu tetap memandangiku dengan mata kecilmu yang bulat, sangat penuh, menyaksikanku yang semakin jauh
kau, kelak, dengan matamu yang kecil akan membuat cerita besarmu sendiri....
[di sebuah tempat yang damai, di tengah kebisingan orang-orang]
energi yang merepih
jika bertanya mengapa aku menuliskan energi, lebih pada energi ketika aku menulis ini semua. energi yang membuatku masih menulis, bukan amarah, bukan semacam dendam sesungguhnya, jika masih pula tak paham, sudah, cukup saja membaca (jika berkenan), jika tidak berkenan, tak perlu dilanjutkan, pun tak perlu mengomentari jika tak menarik
sekali lagi, ini hanya persoalan energi, aku kembali berusaha mengumpulkan energi yang merepih, aku persilakan untuk menghardik semaunya karena memang kita berbeda, kesamaan bukanlah sesuatu yang absolut, kemutlakan ada pada cara pandang dan pola laku, konsistensi yang berlaku
aku hanya mengumpulkan kembali energiku yang tersita, yang teronggok entah di mana, yang telah menempuh perjalanan tragisnya selama bertahun-tahun, apakah kekeliruan yang muncul jika aku kembali mencarinya dengan meletakkan kembali jejakku pada jejak-jejak lamaku? aku hanya mengumpulkannya kembali, agar tersusun rapi dan kukemas dengan baik di atas lemari.
keniscayaan bukanlah penyindiran, aku hanya berusaha sendiri, mengumpulkan energi yang merepih, sepanjang jalannya yang tragis
suatu saat, aku akan memantiknya dengan cantik, entah kapan....
jika bertanya mengapa aku menuliskan energi, lebih pada energi ketika aku menulis ini semua. energi yang membuatku masih menulis, bukan amarah, bukan semacam dendam sesungguhnya, jika masih pula tak paham, sudah, cukup saja membaca (jika berkenan), jika tidak berkenan, tak perlu dilanjutkan, pun tak perlu mengomentari jika tak menarik
sekali lagi, ini hanya persoalan energi, aku kembali berusaha mengumpulkan energi yang merepih, aku persilakan untuk menghardik semaunya karena memang kita berbeda, kesamaan bukanlah sesuatu yang absolut, kemutlakan ada pada cara pandang dan pola laku, konsistensi yang berlaku
aku hanya mengumpulkan kembali energiku yang tersita, yang teronggok entah di mana, yang telah menempuh perjalanan tragisnya selama bertahun-tahun, apakah kekeliruan yang muncul jika aku kembali mencarinya dengan meletakkan kembali jejakku pada jejak-jejak lamaku? aku hanya mengumpulkannya kembali, agar tersusun rapi dan kukemas dengan baik di atas lemari.
keniscayaan bukanlah penyindiran, aku hanya berusaha sendiri, mengumpulkan energi yang merepih, sepanjang jalannya yang tragis
suatu saat, aku akan memantiknya dengan cantik, entah kapan....
Subscribe to:
Posts (Atom)